• header 2
  • header 2

Selamat Datang di Website SMA NEGERI 2 LOA KULU

Pencarian

Kontak Kami


SMA NEGERI 2 LOA KULU

NPSN : 30405781

Jl. Poros RT. 17 Desa Margahayu, Kecamatan Loa Kulu, Kabupaten Kutai Kartanegara


sman2loakulu@yahoo.co.id

TLP : -


          

Banner

Jajak Pendapat

Bagaimana pendapat anda mengenai web sekolah kami ?
Sangat bagus
Bagus
Kurang Bagus
  Lihat

Statistik


Total Hits : 865768
Pengunjung : 113719
Hari ini : 330
Hits hari ini : 666
Member Online : 0
IP : 44.192.95.161
Proxy : -
Browser : Opera Mini

Status Member

Literasi Setengah Hati, Pendidikan Karakter Mati Suri




oleh:

Aris Setiawan, M.Pd.

Di era milenial ini, kemampuan berliterasi peserta didik berkaitan erat dengan tuntutan keterampilan membaca yang berujung pada kemampuan memahami informasi secara analitis, kritis, dan reflektif. Berdasarkan hal itulah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengembangkan Gerakan Literasi Nasional serta Gerakan Literasi Sekolah (GLN-GLS). GLS merupakan sebuah upaya yang dilakukan secara menyeluruh untuk menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajar yang warganya literat sepanjang hayat melalui pelibatan publik.

Pendidikan pada prinsipnya adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahklak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya masyarakat, bangsa dan negara. Berbicara mengenai masalah pendidikan pasti tidak akan ada habisnya karena pendidikan merupakan bagian yang vital dalam kehidupan manusia. Pendidikan merupakan sebuah kebutuhan primer bagi setiap manusia yang nantinya akan membentuk manusia untuk hidup sempurna.

Karakter, kepribadian, watak, merupakan kata yang sering kita dengar serta ucapkan. Ia melekat pada tiap manusia. Ada banyak definisi karakter menurut para pakar. Baik itu pakar psikologi, bahasa, maupun pakar pendidikan. Ada yang mengatakan jika karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, dan perbuatan berdasarkan norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.

Ada pula yang mengemukakan   bahwasanya   karakter   merupakan   unsur psikososial yang dikaitkan dengan pendidikan dan konteks lingkungan. Karakter jika dipandang dari sudut behavioral yang menekankan unsur kepribadian yang dimiliki individu sejak lahir. Karakter dianggap sama dengan kepribadian, karena kepribadian dianggap sebagai ciri atau karakteristik atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari lingkungan.

Dari beberapa pendapat, saya menyimpulkan bahwa karakter merupakan nilai-nilai yang terwujud dalam sikap dan perilaku yang memiki hubungan dengan lingkungan berdasarkan dengan norma yang ada dalam masyarakat. Mengutip pendapat Kirschenbaum  dan  Golemen maka pendidikan karakter pada hakikatnya adalah pendidikan nilai yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action).

 Literasi Setengah Hati

Membaca dan menulis adalah dua kegiatan literasi yang berbeda, namun berkaitan erat dan tak terpisahkan. Kegiatan membaca bersifat reseptif, sedangkan kegiatan menulis bersifat produktif-ekspresif. Kedua keterampilan tersebut adalah bagian dari pembelajaran berbahasa yang secara filosofis tercantum dalam Sumpah Pemuda butir ketiga (3) yang dinyatakan bahwa “Menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia.” Butir ini menegaskan pentingnya pembelajaran berbahasa dalam pendidikan nasional dan esensi pembelajaran tersebut adalah kegiatan literasi di sekolah.

Pada abad ke-21 ini, kemampuan berliterasi peserta didik berkaitan erat dengan tuntutan keterampilan membaca yang berujung pada kemampuan memahami informasi secara analitis, kritis, dan reflektif. Akan tetapi, pembelajaran di sekolah saat ini belum mampu mewujudkan hal tersebut. Pada tingkat sekolah menengah (usia 15 tahun) pemahaman membaca peserta didik Indonesia (selain matematika dan sains) diuji oleh Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD—Organization for Economic Cooperation and Development) dalam Programme for International Student Assessment (PISA).

Uji literasi membaca mengukur aspek memahami, menggunakan, dan merefleksikan hasil membaca dalam bentuk tulisan. Dalam PIRLS 2011 International Results in Reading, Indonesia menduduki peringkat ke-45 dari 48 negara peserta dengan skor 428 dari skor rata-rata 500 (IEA, 2012). Sementara itu, uji literasi membaca dalam PISA 2009 menunjukkan peserta didik Indonesia berada pada peringkat ke-57 dengan skor 396 (skor rata-rata OECD 493), sedangkan PISA 2012 menunjukkan peserta didik Indonesia berada pada peringkat ke-64 dengan skor 396 (skor ratarata OECD 496) (OECD, 2013).

Sebanyak 65 negara berpartisipasi dalam PISA 2009 dan 2012. Data PIRLS dan PISA, khususnya dalam keterampilan memahami bacaan, menunjukkan bahwa kompetensi peserta didik Indonesia tergolong rendah. Rendahnya keterampilan tersebut membuktikan bahwa proses pendidikan belum mengembangkan kompetensi dan minat peserta didik terhadap pengetahuan. Praktik pendidikan yang dilaksanakan di sekolah selama ini juga memperlihatkan bahwa sekolah belum berfungsi sebagai organisasi pembelajaran yang menjadikan semua warganya sebagai pembelajar sepanjang hayat.

Dari beragam hasil survei terkaiat literasi Indonesia saat ini, secara sederhana bisa kita katakan jika gerakan literasi kita berjalan belum maksimal, alias setengah hati. Banyak program-program yang diupayakan untuk menggerakan literasi dari berbagai komunitas atau lembaga masih terganjal oleh kurangnya koordinasi antar pegiat dan komunitas dan juga tidak ketinggalan dana atau biaya operasional. 

 Pendidikan Karakter Mati Suri

Sesuatu yang tak kalah penting dibanding dengan pendidikan serta ilmu pengetahuan, yaitu karakter. Karakter atau bisa juga kita sebut dengan akhlak perilaku yang melekat pada diri seseorang yang dapat memunculkan perbuatan baik tanpa mempertimbangkan pikiran terlebih dahulu.

Di dalam buku tentang Kecerdasan Ganda (Multiple Intelligences), Daniel Goleman menjelaskan  kepada kita bahwa kecerdasan emosional dan sosial dalam kehidupan diperlukan 80%, sementara kecerdasan intelektual hanyalah 20% saja. Dari penjelasan dalam buku tersebut bisa terlihat bahwa pendidikan karakter sangat diperlukan untuk membangun kehidupan yang lebih baik.

Beberapa sekolah baik sekolah umum maupun berbasis agama melaksanakan latihan berkurban bagi para siswanya. Kegiatan berkurban di era milenial dan literasi digital sangatlah penting, sebab di dalamnya terkandung nilai-nilai karakter yang positif. Pendidikan karakter yang dikembangkan sejalan dengan pendidikan yang dikembangkan oleh pemerintah yaitu revolusi mental. Revolusi mental yang dimaksud salah satunya karakter jiwa sosial, mau dan rela berbagi.

Era milenial yang menuntut keterlaksanaan pembelajaran abad 21 serta literasi digital yang sudah melingkupi semua aspek, terlebih dunia pendidikan tentunya tidak bisa dilepaskan dari spirit atau semangat yang dibangun dari peristiwa-peristiwa bersejarah di masa lampau. Tujuan pendidikan budaya dan karakter bangsa yaitu: mengembangkan potensi afektif siswa sebagai manusia dan warganegara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa; mengembangkan kebiasaan dan perilaku siswa yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius; serta menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab siswa sebagai generasi penerus bangsa.

Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan kita. Seperti kita pahami, pendidikan yang benar bisa menjadikan seseorang menjadi lebih baik kondisi perikehidupannya. Pola pikir, manajemen emosi, dan dan tindakannya lebih tertata serta terarah. Melalui pendidikan pula suatu negara bisa menjadi lebih maju dan berkembang serta lepas dari segala bentuk keterjajahan. Pendidikan adalah kunci bagi peradaban sebuah bangsa, pintu bagi kemerdekaan sebuah negara.

Namun, selain itu ada sesuatu yang tak kalah penting dengan pendidikan serta ilmu pengetahuan, yaitu karakter. Karakter atau bisa juga kita sebut dengan akhlak, perilaku yang melekat pada diri seseorang yang dapat memunculkan perbuatan baik tanpa mempertimbangkan pikiran terlebih dahulu. Karakter pun sangat diutamakan sebab kedudukan seseorang tidak hanya dilihat seberapa tinggi pendidikan ataupun gelar, tetapi juga karakternya. Seharusnya, tingkat pendidikan itu linear dengan karakter baik pada diri seseorang. Artinya, seseorang yang berpendidikan harusnya karakternya lebih baik dibanding yang tidak mengenyam pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikannya harusnya lebih baik lagi karakternya.




Share This Post To :

Kembali ke Atas

Artikel Lainnya :





   Kembali ke Atas